BULAGI-UTARA,PROSULUT.com – Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bulagi Utara, Elyakin Sambekene mengabaikan dua Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI, masing-masing No. 44 tahun 2012 dan No. 75 tahun 2016. Kedua Permendikbud tersebut mengatur tentang penghapusan semua bentuk pungutan di sekolah, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sederajat.
Ditemui di ruang kerjanya, Senin (01/8), Sambekene mengatakan, sekolah yang dipimpinnya itu belum bisa menghapus beberapa jenis pungutan, seperti uang Komite dan uang ujian karena pada sekolah negeri tersebut baru mempunyai dua tenaga pendidik yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), yakni dia sendiri sebagai Kepsek dan bendahara sekolah sekaligus bendahara komite. Sisanya, masih berstatus honorer.
Ketika disinggung jika insentif bagi guru honor sudah ditata dalam Permendikbud No. 6 tahun 2021 tentang pemberian dana biaya operasional sekolah (BOS) sebesar maksimal 50 persen dari total dana BOS sekolah penerima, Sambekene dengan enteng menjawab singkat, “tidak cukup kalu (kalau) cuma andalkan dana BOS”.
Ketika ditanya nominal pungutan yang dibebankan kepada orangtua peserta didik, ia dengan enteng menjawab, kalau uang komite bervariasi. Kelas 7 Rp. 40 ribu per bulan, kelas 8 Rp. 50 ribu per bulan, dan kelas 9 Rp. 60 ribu per bulan. Sedangkan uang ujian akhir nasional Rp. 500 ribu.
“Kalau pada tiga tahun lalu malah uang ujian kami minta Rp. 900-an ribu karena kami harus sewa komputer dari luar untuk kepentingan UNBK,” ujarnya dengan nada seolah-olah hal tersebut bukan sesuatu yang membebani orangtua siswa.
Akibat kebijakan dengan nilai pungutan yang terbilang fantastis tersebut, hingga saat ini masih banyak alumni yang belum bisa mengambil ijazahnya di SMPN 4 Bulagi Utara. Bahkan ada alumni yang sudah lulus SMA tapi ijazah SMP belum diambil karena masih menunggak uang komite di atas Rp. 1 juta.
Kebijakan yang diambil Sambekene tersebut ternyata bertentangan 360 derajat dengan SMP tetangganya, yakni SMP Negeri 2 Bulagi Utara di Desa Koyobunga.
Wakil Kepala Sekolah SMP N 2 Bulagi Utara, Melni Molunggui, SPd yang ditemui di ruang kerjanya mengatakan, sejak dia menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut tahun 2011, SMPN 2 Bulagi Utara sudah membebaskan para peserta didiknya dari berbagai pungutan.
“Semua guru honor di sini sangat memaklumi keadaan sekolah dan menerima honor mereka apa adanya sesuai yang ditata dalam dana BOS,” katanya.
Berbeda lagi dengan di SMA Negeri 2 Bulagi Utara seperti yang dijelaskan Kepala Sekolah, Alion Pakudek, SPd di ruang kerjanya.
Ia mengatakan, pihaknya baru menghapus semua jenis pungutan pada sekolah yang dipimpinnya itu mulai 01 Desember 2021 lalu.
“Iya, kami baru saja menghapus semua jenis pungutan terhitung 01 Desember 2021 lalu sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Tengah. Nomor Pergubnya saya sudah lupa. Yang saya ingat, Pergub itu mulai berlaku 1 Desember 2021, katanya.
Ia juga mengatakan, gubernur juga berjanji akan memenuhi kekurangan kebutuhan pada sekolah dengan jumlah sedikit sehingga dana BOS 50 persen juga tidak cukup untuk membayar guru honor yang jumlahnya hampir 20 orang.
Sedangkan di SDN Sambulangan Bulagi Utara sampai tahun ajaran saat ini masih memungut uang komite sebesar Rp. 5.000 per siswa.
“Saya berjanji akan menghapus uang komite tersebut menjadi 0 rupiah. Saat ini belum karena saya baru menjadi Kepsek di sini 4 bulan lalu dan pungutan itu adalah kebijakan pimpinan sebelumnya. Yang saya hapus baru bangku dan meja siswa baru. Sebab dalam kebijakan pimpinan sebelumnya, setiap siswa baru harus bawa kursi dan meja sendiri. Kursi meja itu nanti dibawa pulang saat siswa bersangkutan sudah lulus,” ujarnya.
Secara terpisah, seorang pengamat pendidikan di Bulagi Utara yang meminta agar namanya tidak disebutkan meminta agar Bupati Banggai Kepulauan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam pengawasan sekolah dasar menengah (SD dan SMP), meninjau kembali jabatan Elyakin Sambekene di SMPN 4 Bulagi Utara.
“Kalau perlu, selain dimutasi ke sekolah yang lain, dia tidak perlu lagi diberi jabatan tapi menjadi guru mata pelajaran saja. Bukannya patuh kepada kebijakan atasan tertinggi (mentri), malah hanya memeras orangtua siswa dengan demi kemajuan sekolah. Masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk kemajuan sekolah. Bukan malah membuat kebijakan yang mengabaikan atasan tertinggi (menteri),” tegas sumber itu. (Ranselon pcom)