MANADO,PROSULUT.com – SMPN 11 Manado yang kini dipimpin Kepsek Henock Saul menjadi satu-satunya sekolah di sulut yang menerapkan profil pelajar Pancasila dengan mengangkat budaya local.
Saat wartawan Prosulut.com berkunjung ke SMPN 11 Manado, Nampak Pojok Daseng Budaya yang berisi materi Profil Pelajar Pancasila dengan menonjolkan budaya local.
Kepsek Hencoh Saul mengatakan, implementasi profil pelajar Pancasila melalui nilai nilai budaya dimulai dengan beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinehkaan local, gotong royong, mandiri berpikir kritis, dan kreatif.
Budaya local seperti Rumamba, Tulude, serta tokoh tokoh nasional seperti sam Ratulangi, AA Maramis, RA Kartini, Robert wolter Monginsidi ditampilkan. Begitu juga dengan , budaya mapalus, Maengket, Tari Katrili, Tari dunde, Tangongoong dan Kolintang ditampilkan dalam Pojok Daseng Budaya.
Ketua Aliansi Pers Pendidikan Manado (APPM) Jeffry Tulandi mengatakan, Daseng Budaya SMPN 11 manado merupakan kreaitivitas dan inovasi dari Kepala Sekolah yang berupaya mengembangkan Implementasi Profil Pelajar Pancasila dengan pendekatan budaya local. “Ini sangat bagus dan perlu dicontohi. SMPN 11 sebagai rool model penerapan IKM dengan pendekatan budaya local. Sebab kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mengembangkan budaya daerah yang terancam punah,” kata Tulandi.
Drs. Enoch Saul memiliki motivasi untuk memajukan sekolah ini dengan sekolah berbasis budaya lokal sesuai dengan implementasi profil pelajar Pancasila, sebab. Saat ini nilai-nilai budaya lokal mulai hilang akibat dari kemajuan zaman dan teknologi yang semakin canggih.
Oleh karena itu sekolah berbasis budaya lokal harus dibangkitkan, dengan menggali akar budaya bangsa, agar menjadi pondasi yang kuat bagi generasi muda saat ini.
Menurut Henock, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya untuk ditanamkan pada peserta didik. Kemudian sebagai wujud nyata dari sekolah berbasis budaya lokal di antaranya : mengangkat cerita maengket dari Minahasa, mengangkat cerita Adat Tulude dari Sangihe, mengangkat cerita Mahamba dari Bantik dan mengangkat cerita dari Adat Bolaang Mongondow.
Tapi ingat, hal yang utama adalah pembentukan karakter anak,” seni, saat ini diajari, pasti bisa.” Karakter anak, itu diambil dari budaya local, sebut pendiri sanggar seni SOLIDEO ini.
Nilai-nilai Falsafa Bapak Sam Ratulangi, Sitou Timou Tomou Tou yang artinya manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain, siswa dan guru harus mempraktekan hal ini berdasarkan nilai-nilai leluhur Pancasila dan nilai leluhur orangtua, sebutnya.
Memanusiakan manusia harus terjadi, guru-guru harus mengajar anak-anak dengan sebaik-baiknya, karena anak itu juga adalah manusia yang harus kita manusiakan, sebaliknya anak-anak juga harus memanusiakan anak-anak yang ada diluar sana sehingga ini dapat tercipta satu pemerataan.
Saat ini, tenaga pendidik seminggu sekali menggunakan pakaian adat dari empat daerah yang ada di Sulawesi Utara. Hal ini tentu mengangkat Nilai-nilai budaya lokal, agar peserta didik memahami keberagaman dalam satu kesatuan.
“Setiap kegiatan resmi sekolah, kini memakai pakaian adat masing-masing daerah, dan nantinya akan ditularkan kepada anak didik secara bertahap” tukasnya.(meldis*)