Insiden Larangan Belanja, Etus: Itu Murni Pelanggaran Hukum

Satrya 'Etus' Paparang SH MH.

Insiden Larangan Belanja, Etus: Itu Murni Pelanggaran Hukum

PROSULUT.CO M, MANADO –  Praktisi Hukum Satrya Paparang SH MH, menilai, insiden larangan belanja terhadap tim relawan Bersama Prabowo (Be-Pro) Sulawesi Utara (Sulut), yang dilakukan pengelola Pasar Bersehati Kota Manado, murni merupakan pelanggaran hukum sehingga harus ditindaklanjuti.

Menurut Etus, sapaan akrab Satrya, larangan tersebut juga merupakan pelanggaran azasi terhadap seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Dikatakannya, jika dilihat dari prespektif hukum, pengelola pasar tidak berhak melarang seseorang berada dan masuk untuk berbelanja.

Larangan oleh pengelola Pasar Bersehati menurut Etus, merupakan diskriminasi yang mengarah kepada tindak pidana. Sebab Pasar Bersehati bukanlah milik perorangan, perusahaan swasta apalagi milik partai politik tertentu.

Sebaliknya tambah Etus, pasar tradisional merupakan milik pemerintah dimana keberadaannya dikelola pemerintah provinsi (Pemprov) Sulut melalui pemerintah kota (Pemkot) Kota Manado.

“Yang menjadi persoalannya, kenapa ketika istrinya Ganjar Pranowo (GP) calon presiden yang didampingi istri Gubernur Sulut, sebagaimana terlihat dalam video yang viral secara nasional, justru diperkenankan sepuas-puasnya untuk masuk ke dalam pasar, tanpa ada upaya pencegahan,” tanya Etus.

Berdasarkan bukti tersebut, Etus mempertanyakan apakah diskriminasi tersebut diperintah oleh pimpinan atau hanya aksi sepihak dari pengelola Pasar Bersehati. Jika indikasinya seperti itu, jelas harus diusut tuntas.

“Sebaliknya, jika dugaan adanya indikasi perintah berjenjang, maka potensi diskriminasi dan tindak pidana penyalahgunaan kewenangan, dapat dipastikan menggunakan pengaruh kekuasaan dalam jabatannya,” imbuh putra sulung dari Dr Santrawan Paparang SH MH M.Kn dan Henny Tambuwun SH itu.

Masalahnya kata dia, tim relawan Be-Pro Sulut telah menjelaskan kalau kedatangan mereka ke Pasar Bersehati Kota Manado, hanya untuk berbelanja. Sehingga jika dijabarkan, tidak ada pelanggaran yang dilakukan para relawan.

“Kalau dilarang berbelanja, pengelola pasar harusnya menjelaskan dan alasannya secara logika dapat dimengerti atau diterima. Jika tidak, bagi saya, ini suatu pelanggaran hukum,” kata Etus kepada Prosulut.com, Minggu (21/01/2024).

Mantan mahasiswa program Magister Ilmu Hukum (MH) Universitas Trisakti, Jakarta, dengan predikat cum laude itu menduga kalau larangan tersebut erat hubungannya dengan kebijakan penguasa daerah, karena dilakukan secara terang – terangan di depan publik.

Disebutkannya, meski dilihat dari kacamata politik, tindakan tersebut tetap tak dapat dibenarkan karena tidak ada pihak yang dirugikan. Itu sebabnya dia mengingatkan segala tindak – tanduk jangan pernah dilakukan, karena akan berhadapan dengan hukum.

 “Tindakan seperti itu sangat berbahaya. Masa, orang mau belanja saja dilarang. Ingat pasar itu adalah fasilitas umum yang dibangun pemerintah untuk rakyat. Jadi, siapa saja yang mau belanja jangan dilarang – larang apalagi dicegah,” kata Etus, advokat dan konsultan hukum dari Kantor Paparang & Batubara Patners, dengan mimik serius.

Menyinggung kalau insiden tersebut merupakan bentuk ketakutan atau kekuatiran dari partai penguasa tertentu, Etus menegaskan, dirinya tidak ingin menanggapinya lebih detail. Ditandaskan Etus, apa yang disampaikannya terkait pelanggaran hukum, etika dan tata krama.

“Soal apakah ada unsur politisnya, itu bukanlah urusan saya. Kepentingan saya dalam persoalan ini hanyalah menerangkan dan menegaskan kalau tindakan tersebut, unsur pelanggarannya telah terpenuhi,” ujar mahasiswa program Magister Kenotariatan (MK.n) Universitas Jayabaya, Jakarta. (ing)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *